BEGINI KIRANYA RUMAH ITU
'Umar menangis menyaksikan tubuh yang
berbaring miring itu. Lelaki tinggi besar itu tertunduk miris
menyaksikan punggung Sang Kekasih Allah tergurat bilur bekas tertekan
pelepah kurma yang jadi alas peraduannya.
Sosok agung itu terjaga, tersenyum, dan berkata, "Mengapa engkau menangis ya Ukhayya?"
"Aku teringat Kisra Persia dan Kaisar Romawi", sahut 'Umar sambil
menyeka airmatanya, "Mereka duduk bertelekan di atas bantal-bantal
lembutnya pada singgasana bermahligai, sementara pelayan hilir bergilir
tak henti melayani keperluannya."
"Sedang engkau Ya Rasulallah,
sedang engkau..", 'Umar tercekat nyaris tak dapat melanjutkan ucapannya,
"Engkau di sisi Allah jauh lebih mulia daripada mereka semua."
Sang Nabi tersenyum kemudian bersabda, "Tidakkah engkau rela wahai
'Umar, mereka mendapatkan dunia sedangkan akhirat menjadi bagian kita?"
Maka sekira 10 tahun kemudian, 'Umar murka ketika para sahabat
dipelopori 'Abdurrahman ibn 'Auf berupaya untuk menambah fasilitas bagi
Sang Amirul Mukminin. Ibunda kita Hafshah yang ditugasi untuk
menyampaikan hal itu, kena semprot Sang Khalifah.
"Hai Hafshah",
hardiknya, "Sungguh engkau lebih tahu seperti apa keadaan Rasulullah
padahal dia lebih mulia daripada bapakmu. Dan Khalifahnya, Abu Bakr,
hidup dalam keadaan yang serupa benar dengan teladannya. Adapun kalian,
celaka kalian, kalian berusaha memisahkan aku dari dua orang sahabat
yang amat kucinta.. Demi Allah, aku takkan mengubah cara hidupku sampai
berjumpa Allah dan kedua kekasihku!"
Maafkan kami ummatmu Ya
Rasulallah; yang selalu mengokohkan pondasi bagi dunia di dalam hati,
dan membangunnya tinggi-tinggu dengan angan-angan tiada henti..
0 comments :
Post a Comment