Seperti halnya jumlah roka'at sholat, jumlah partikel penyusun alam
semesta ( materi dan gaya ) terdapat 17 partikel, yg menjaga alam
semesta ini tetep konsisten dalam peredarannya secara terus-menerus. Hal
ini seiring dengan fungsi sholat sebagai "tiang agama" yang akan selalu
menjaga kehidupan ini untuk terus terarah dalam jalan
kebenaran....Wallahu'alam.
Secara garis besar, yang ingin
kita pelajari adalah materi penyusun alam semesta secara keseluruhan.
Saat ini, ide tersebut telah dipelajari melalui fisika partikel dan
teori string. Kedua teori bertujuan untuk menggambarkan
komponen-komponen terkecil penyusun materi. Dasar pemikirian fisika
partikel adalah partikel-partikel elementer. Jika kita melihat lebih ke
dalam sebuah materi maka akan ditemukan partikel-partikel elementer.
Teori string mengambil asumsi selangkah lebih jauh bahwa
partikel-partikel tersebut merupakan hasil osilasi dari string
elementer, string adalah obyek fundamental.
Mungkin
sulit untuk mempercayai bahwa segala sesuatu terkomposisi dari partikel
yang berukuran sangat kecil, karena mereka tidak dapat dilihat secara
langsung oleh mata. Namun kenyataanya, partikel-partikel elementer
merupakan unsur pokok yang membangun materi. Seperti bayangan pada layar
komputer atau TV yang terkomposisi dari titik-titik (dot-dot) kecil
kemudian tampak sebagai bayangan kontinu, mereka adalah materi yang
tersusun oleh atom yang berarti tersusun dari partikel-partikel
elementer. Obyek-obyek fisis yang tampak disekitar kita adalah kontinu
dan uniform, namun pada kenyataannya tidak demikian.
Pernahkah
kita berfikir, jika suatu materi (misalnya selembar kertas) kita pilah
menjadi dua, kemudian hasil pilahannya kita pilah kembali menjadi dua,
dan seterusnya. Andaikan kita memiliki kemampuan untuk terus memilah
materi tersebut, maka kita akan sampai pada suatu keadaan dimana materi
tersebut tidak dapat lagi kita pilah. Pada saat itu dapat dikatakan,
kita telah mendapatkan satu bagian dari materi tersebut yang bersifat
elementer. Bagian tersebut dikenal dengan istilah partikel elementer.
Ide
bahwa komposisi yang ada didalam suatu materi di alam semesta ini
tersusun dari partikel elementer berawal pada abad ke-6 sebelum masehi.
Yang mempelajari mengenai hal tersebut diantaranya adalah filsuf Yunani
kuno seperti Leucippus, Democritus dan Epicurus; filsuf India Kuno
seperti Kanada, Dignaga dan Dharmakirti; kemudian disusul oleh ilmuwan
medis seperti Alhazen, Ibnu Sina dan Al Ghazali; dan selanjutnya oleh
fisikawan modern Eropa seperti Pierre Gassendi, Robert Boyle dan Isaac
Newton. Teori mengenai partikel cahaya pun dikemukakan oleh Alhazen,
Ibnu Sina, Gassendi dan Newton. Ide awal ini merupakan hal yang bersifat
abstrak dan filosofis ketimbang eksperimen dan observasi empiris.
Setahap
demi setahap para ilmuwan mulai menyingkap tabir dibalik materi yang
ada di alam semesta ini. Cara pandang orang terhadap materi pun setahap
demi setahap berubah seiring dengan teori-teori baru yang dikemukakan
oleh para ilmuwan yang kemudian dibuktikan kebenarannya lewat eksperimen
yang bersesuaian dengan teori tersebut, atau sebaliknya.
Pada
tahun 1803, John Dalton mengemukakan pendapatnya bahwa setiap elemen di
alam semesta ini tersusun oleh partikel yang bersifat tunggal dan unik,
ia kemudian menyebut partikel tersebut dengan istilah atom, yang dalam
bahasa Yunani kata atomos mengandung makna tidak terbagi. Diakhir abad
ke-19 tepatnya tahun 1897, J.J.Thomson dan timnya menemukan elektron
yang merupakan komponen dari semua jenis atom. Model atomnya kemudian
dikenal dengan istilah plum pudding karena elektron digambarkan seperti
kismis yang tersebar merata diatas pudding (yang bermuatan positif) ,
ini berarti atom tidak dapat lagi dikatakan sebagai partikel elementer.
Awal abad ke 20 yaitu pada tahun 1909 Ernest Rutherford dan timnya
menemukan fakta baru bahwa muatan positif tidak tersebar merata,
melainkan terkonsentrasi pada inti atom yang terletak ditengah-tengah
atom dimana elektron mengelilingi inti tersebut. Penemuan ini memicu
berkembangnya teori mengenai inti atom dan perilaku elektron yang
mengelilinginya. Tidak berhenti sampai disitu, jika elektron dapat
dimasukkan dalam kategori partikel elementer, lain halnya dengan inti
atom, ternyata inti atom pun merupakan partikel komposit dimana
didalamnya terdapat proton dan neutron dalam jumlah tertentu. Di tahun
1919 Rutherford membuktikan bahwa inti hidrogen juga ditemukan pada inti
atom lain. Hal ini dianggap sebagai penemuan mengenai keberadaan
proton. Dan tahun 1932 James Chadwick mengemukakan pendapatnya mengenai
neutron yang menjelaskan keberadaan isotop dari suatu unsur. Akhirnya
pada tahun 1964 dua orang fisikawan secara terpisah yaitu Murray
Gell-Mann dan George Zweig mengemukakan pendapatnya mengenai quark dan
kemudian dibuktikan keberadaannya pertama kali pada tahun 1968 dalam
suatu eksperimen yang di lakukan di SLAC (Stanford Linear Accelerator
Center). Quark merupakan partikel elementer penyusun proton dan neutron.
Sampai sekarang quark masih dianggap sebagai partikel elementer karena
belum ada bukti baik secara eksperimen maupun teori tentang keberadaan
partikel yang lebih fundamental dari quark tersebut. Dari uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa, yang dianggap sebagai partikel elementer di
tiap-tiap era adalah berbeda-beda, sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan pada era tersebut.
Sekarang ini, berdasarkan model
standar, terdapat 16 partikel elementer. Model standar adalah kerangka
bekerja teoritis yang menggambarkan seluruh partikel elementer yang
telah diketahui dan dibuktikan keberadaannya secara eksperimen. Ke 16
partikel tersebut digambarkan dalam sebuah diagram seperti pada gambar
berikut ini.
Partikel elementer penyusun materi yang berada pada
kolom pertama, kedua dan ketiga (12 partikel) masuk dalam kategori
fermion, partikel-partikel tersebut mematuhi kaidah yang berlaku pada
statistika Fermi-Dirac (dikemukakan oleh Enrico Fermi dan Paul Dirac
secara terpisah) diantaranya adalah , memiliki spin kelipatan ½,
mematuhi prinsip eksklusi Pauli dan fungsi gelombangnya bersifat
antisimetri. Sedangkan yang berada pada kolom terakhir (4 partikel)
masuk kategori boson. “Mereka” adalah partikel elementer yang menjadi
mediator (perantara) pada proses terjadinya suatu interaksi dan mematuhi
statistika Bose-Einstein (dikemukakan oleh Satyendra Nath Bose dan
Albert Einstein secara terpisah) diantaranya adalah memiliki spin
kelipatan bilangan bulat, tidak mematuhi prinsip eksklusi Pauli dan
fungsi gelombangnya bersifat simetris.
Bagian yang berwarna ungu
adalah partikel yang masuk kategori quark. Terdapat 6 jenis quark yaitu:
up, down, charm, strange, top dan bottom. Murray Gell-Mann memberi nama
partikel tersebut dengan sebutan quark setelah ia mendengar bunyi bebek
(kwork kwork kwork) dan membaca buku karangan James joyce yang berjudul
Finnegans Wake yang didalamnya terdapat kata quark. Di alam semesta,
quark tidak ditemukan “seorang diri” melainkan berada secara bersama
dalam suatu partikel komposit bernama hadron. Salah satu jenis partikel
hadron adalah proton. Bagian yang berwarna hijau adalah partikel yang
masuk kategori lepton. Terdapat 6 jenis lepton yaitu: electron, electron
neutrino, muon, muon neutrino, tauon, dan tauon neutrino. Kata Lepton
berasal dari bahasa yunani, leptos yang artinya tipis. Pada awalnya
partikel elementer jenis ini dinamakan lepton oleh Léon Rosenfeld pada
tahun 1948 karena memiliki massa yang sangat kecil. Saat itu, baru
electron dan muon yang diketahui keberadaannya dan massa keduanya sangat
kecil dibandingkan dengan massa proton. Namun saat tauon ditemukan
sekitar tahun 1970, ternyata massanya hampir 2 kali massa proton. Tetapi
penamaan lepton tetap dipertahankan.
Bagian yang berwarna merah
adalah partikel yang masuk kategori boson. Terdapat 4 jenis boson yaitu
photon, gluon, Z-boson dan W-boson. Keempatnya merupakan mediator pada
interaksi fundamental dalam fisika. Photon adalah mediator pada
interaksi elektromagnetik; gluon adalah mediator pada interaksi kuat dan
Z-boson dan W-boson adalah mediator pada interaksi lemah. Terdapat
empat interaksi fundamental dalam fisika, tiga diantaranya sudah
disebutkan diatas dan yang keempat adalah interaksi gravitasi. Saat
mempelajari partikel elementer, interaksi gravitasi diabaikan karena
pengaruhnya sangat kecil dan dapat diabaikan. Analoginya adalah sama
seperti saat kita mengabaikan gesekan udara pada waktu menghitung energi
mekanik dari batu yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu diatas
permukaan bumi.
Pada paragraph awal, saya menuliskan kalimat,
Andaikan kita memiliki kemampuan untuk terus memilah materi tersebut.
Pada kenyataannya kita, manusia memang memiliki kemampuan tersebut,
namun hal tersebut bukanlah perkara gampang, hanya laboratorium besar
berskala internasional saja yang mampu melakukannya. Mengapa hal
tersebut menjadi suatu hal yang sulit? analogi yang mudah adalah dengan
melakukan suatu eksperimen sederhana yaitu dengan merobek kertas, saat
kita merobek selembar kertas menjadi dua bagian, hal tersebut dapat
dilakukan dengan mudah, kemudian kita robek lagi dan lagi dengan cara
yang sama, ternyata makin kecil robekan kertas tersebut, makin sulit
kita merobeknya untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil dari
sebelumnya, artinya dibutuhkan energi yang besar untuk memilah suatu zat
yang dimensinya sangat kecil sehingga kita dapat mempelajari apa yang
ada dalam zat tersebut. Karena itu pula ilmu yang mempelajari mengenai
partikel elementer dikenal dengan istilah high energy physics atau
fisika energi tinggi.
Salah satu konsekuensi dari energi yang
besar tersebut adalah, dibutuhkannya dana yang “cukup” untuk membangun
instalasi laboratorium yang dapat menjadi tempat dilakukannya eksperimen
untuk mempelajari partikel elementer tersebut. Beberapa Negara besar
telah memiliki laboratorium canggih semacam itu yang mampu melakukan
eksperimen sehingga partikel elementer dapat dihasilkan dan dipelajari.
Diantaranya adalah CERN (Conseil Européen pour la Recherche Nucléaire)
yang berada di prancis-Swiss; Brookhaven National Laboratory, SLAC
National Accelerator Laboratory dan Fermilab, ketiganya berada di
Amerika Serikat; Budker Institute of Nuclear Physics di Rusia; DESY
(Deutsches Elektronen Synchrotron) di Jerman; dan KEK (Kō Enerugī
Kasokuki Kenkyū Kikō) di Jepang.
Semoga saja suatu saat nanti
Indonesia pun memiliki laboratorium “keren” seperti contoh diatas.
Sehingga fisika partikel sebagai cabang ilmu yang mempelajari partikel
elementer dapat berkembang dan akhirnya dapat memberikan banyak manfaat
bagi orang banyak baik langsung maupun tidak langsung.
0 comments :
Post a Comment